Selasa, 05 Agustus 2008

Kelumit Pendidikan Kita

Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pada Pendidikan Agama Islam


A. Pendahuluan.

Sistem pendidikan yang dikembangkan di Indonesia memiliki kelemahan-kelemahan disana sini, salah satunya adalah kurangnya perhatian terhadap output. Standarisasi kompetensi dasar, buku, alat, pelatihan guru, sarana, dan fasilitas sekolah merupakan wujud kendali pemerintahan terhadap output dan proses yang harus berlangsung di dalam sistem.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia yang semakin terpuruk dengan fenomena lulusan yang kurang qualified, pemerintah telah merumuskan kurikulum berbasis kompetensi. Pada tahun 2004, pemerintah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi secara serentak di sekolah-sekolah setelah melalui uji coba sejak tahun 2001 di beberapa sekolah tertentu. KBK memiliki konsep pendekatan pembelajaran yang berbeda dengan kurikulum 1994, yaitu berbasis kompetensi dimana fokus program sekolah adalah pada siswa serta apa yang akan dikerjakan oleh mereka dengan memperhatikan kecakapan hidup (life skill) dan pembelajaran kontekstual. Dalam pengembangannya, seluruh elemen sekolah dan masyarakat perlu terlibat secara langsung, antara lain kepala sekolah, komite sekolah, guru, karyawan, orang tua siswa serta siswa. Sebuah kurikulum tidak hanya sekedar instruksi pembelajaran yang disusun oleh pemerintah untuk diterapkan di sekolah masing-masing.

Salah satu komponen yang sering dijadikan faktor penyebab menurunnya mutu pendidikan adalah kurikulum. Adanya asumsi bahwa kurikulum terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak bahkan merepotkan guru. Pengembangan kurikulum merupakan komponen yang sangat esensial dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Para ahli kurikulum memandang bahwa pengembangan kurikulum merupakan suatau siklus dari adanya keterjalinan, hubungan antara komponen kurikulum, yaitu antara komponen tujuan, bahan, kegiatan dan evaluasi. Keempat komponen ini merupakan suatu siklus tersebut tidaklahberdiri sendiri, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Kondisi seperti ini juga dialami oleh pendidikan berbasis agama, bahkan akan lebih membingungkan jika dilihat pada kenyataan bahwa proses pendidikan agama islam dengan hasil yang dicapai terlalu jauh meleset dari apa yang menjadi tujuan pendidikan agama Islam itu sendiri. Lalu seperti apa kurikulum pada PAI yang dapat mencapai hasil yang maksimal?

B. Pendidikan agama.

Kedududkan pendidikan agama Islam dan kurikulum sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pendidikan disetiap jenjang dan jenis pendidikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Azra (1999:47) bahwa kedudukan pendidikan Islam (pendidikan agama Islam) dalam tingkatnya mempunyai kedudukan yang penting dalam sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia. Penyempurnaan dan pengembangan kurikulum PAI pada sekolah agama merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan sekolah itu sendiri. Inidikator keberhasilan dari pembaharuan kurikulum tersebut ditunjukan dengan adanya perubahan pada pola kegiatan belajar mengajar, pemilihan media pendidikan , dan penentuan pola penilaian yang menentukan hasil pendidikan. Pengembangan kurikulum PAI yang mendasarkan pada prinsip relevansi, fleksibelitas, kontinuitas, praktis dan efektif, dan terurut dimaksudkan agar diikuti oleh praktik-praktik pembelajaran dkelas yang dengan demikaian akan mengubah praktik-praktik penilaian dalam pembalajaran di sekolah itu sendiri.

Dengan munculnya berbagai perubahan yang cepat pada hampir semua aspek dan berkembangnya paradigma baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat diawal milenium ini telah dikembangkan kurikulum pendidikan agama Islam secara nasional dalam kurikulum berbasis kompetensi, yaitu kurikulum yang ditandai dengan ciri ; Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi (attainment target) dari pada penguasaan materi, Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, Memberikan kebebasan yang lebih luas kepda pelaksana pendidikan dilapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Kurikulum dengan model ini diharapkan lebih mampu membantu guru karena dilengkapi dengan pencapaian target yang jelas, yang meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pokok, serta prosedur pelaksanaan pembelajaran,. Meskipun demikian keadaan sumberdaya pendidikan di Indonesia sangat memungkinkan munculnya keragaman pemahaman terhadap standar nasional, yang dampaknya akan mempegaruhi pencapaian standar nasdional kompetensi dasar yang telah ditetapkan.

Rendahnya kuwalitas pendidikan agama Islam disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ; kualitas dan kuantitas (kompetensi) guru yang masih rendah, proses pembelajaran PAI selama ini cenderung lebih diarahkan pada pencapaian target kurikulum, pembelajaran PAI bukan diarahkan pada pencapaian dan penguasaan kompetensi, tetapi terfokus pada aspek kognitif sehingga pembelajaran identik dengan hapalan, ceramah, dan lain-lain, alokasi waktu yang tersedia sangat sedikit sedangkan muatan materinya sangat luas, terbatasnya sarana dan prasarana, penilainya cenderung pada satu aspek saja yaitu kognitif.

Dalam mengatasi segala kekurangan diatas yang diperlukan adalah keterpaduan pembelajaran pendidikan agamna Islam, dengan ini diharapkan agar terlaksananya pembelajaran dan penilaian lebih komperhensif (menyeluruh) mencakup aspek afektif (sikap) dan psikomotoris (perbuatan) yang ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang memadai.

Sinclair (2003) menegaskan bahwa kurikulum yang baik adalah yang memberi keleluasaan bagi sekolah untuk mengakomodasikan kebutuhan-kebutuhan khusus peserta didik sesuai tuntutan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, sekolah memiliki wewenang penuh dalam mengimplementasikan KBK dalam proses belajar mengajar. Salah satu unsur terpenting dalam penerapan KBK sangat tergantung pada pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru mengenai strategi ini. Oleh karena itu diperlukan suatu model pengajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual yang mudah dipahami dan diterapkan di kelas secara sederhana. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi disekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer imu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru dapat menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu: memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, lebih mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, rumah dan lingkungan masyarakat. Melalui pembelajaran ini, siswa menjadi lebih responsif dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan di kehidupan nyata sehingga memiliki motivasi tinggi untuk belajar.

Pola keterpaduan pendidikan agama Islam dalam kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan. Yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk itu guru agama Islam perlu mendorong dan memantau kegiatan pendidikan agama Islam yang dialami siswanya dilingkungan lainnya (keluarga masyarakat) sehingga terwujud keselarasan, kesesuaian sikap serta prilaku dalam pembinaannya. Ahmad sanusi (1999:359) mengemukakan bahwa fungsi pendidikan agama yang paling strategis adalah penyadaran, pemaknaan, dan pemberdayaan peserta didik agar mampu menjalankan Habluninallah dan habluminanas secara mandiri, berkembang, maju, optimis dan bertanggung jawab. Dengan demikian sasaran PAI bukan saja siswa mengetahui pengetahuan agama, namun juga bagaimana agar siswa beragama. Dimaksudkan pengertian siswa hasil belajar siswa dalam bentuk pengetahuan, dan aturan-aturan agama yang dimiliki oleh siswa dapat dijadikan pedoman, dan kendali dalam melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari. Dengan demikian maka kurikulum pendidikan agama Islam disekolah dapat berfungsi sebagai :

  1. Pengembangan

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkaembangkan lebihlanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.

  1. Penanaman nilai.

Sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.

  1. Penyesuaian Mental.

Adalah untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. Penyesuaian mental ini untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan sosial maupun fisik dan dapat mengubah lingkungan sesuai dengan ajaran Islam.

  1. Perbaikan.

Agar daat memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekuranga-kekurangan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran dalam kehidupan sehari-hari.

  1. Pencegahan.

Untk menangkal hal-hal negatif dari lingkungan atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

  1. Pengajaran.

Mengenai ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata) sistem dan fungsionalnya.

  1. Penyaluran.

Yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memilki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan orang lain.

Terciptanya kondisi seperti diatas maka akan tercapailah tujuan dari pendidikan agama yang sesuai dengan pengertian pendidikan agama Islam. Pengertian itu adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga meimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Mata pelajaran pendidikan agama islam itu secara keseluruhan dalam lingkup Al-Qur’an dan al-Hadis, keimanan, akhlak, fikih, dan sejarah, sekaligus menggambarkan bahwa ruang lingkup perwujudan keserasian, keselarasan dan keseimbangan hubungan mausia dengan tuhan dan diri sendiri serta lingkungannya.

C. kesimpulan.

Penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa kurikulum berbasis kompetensi dapat diterapkan dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam, selama dalam penerapannya dapat sesuai dengan batas dan tututan kebutuhan zaman. Selain itu sangatlah penting kiranya pemahaman mengenai kurikulum yang berbasis kompetensi dapat dipahami oleh seorang pengajar sebalum diterapkan pada peserta didik guna menghindari kebingungan dalam penghayatan materi yang diberikan.

Daftar Pustaka.

- Abdul majid, Dian andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung, PT Rodakarya, 2004.

- Data internet.

- Departemen Pendidikan nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi mata pendidikan Agama Islam, Jakarta, 2003.

- Diknas, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta, Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas, 2002.

- Tim Perumus, Penilaian Berbasis Kelas, Mata Pelajaran Fiqih Madrasah Aliyah, Depatemen Agama R.I., Jakarta, 2003.

-